Cerita Daerah


                                                               
                       
                                                                    
                                    
  Malin Kundang

           
                      Malin Kundang adalah cerita rakyat yang berasal dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Sebentuk batu di pantai Air Manis, Padang, konon merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.
Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.
Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”.
Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

Sumber : http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/malin-kundang-si-anak-durhaka.html



                                               








Tajau Kuyang" di Tuana Tuha. Cerita Daerah Kalimantan Timur

                                                       

 Kalimantan Timur, apalagi mereka yang berdiam di alur sepanjang pedalaman Sungai Mahakam. Kalau di Bali, manusia jadi-jadian ada yang disebut Leak. Begitu juga dengan daerah Sulawesi Tengah ada pula yang disebut Popo. Namun di Kaltim walau hakikatnya sama tetapi sebutannya berbeda yaitu Kuyang.
KUYANG adalah salah satu mahluk jadi jadian dari sekelompok manusia yang menganut ilmu hitam tertentu. Belum lagi ilmu-ilmu hitam semacam kesaktian menghancurkan lawan atau orang yang tak disuka melalui angin misalnya dengan sebutan "Parang Maya, Panah Terong, Racun gangsa, Perakut, Putting Belayung," dan lain sebagainya.
Kebanyakan aliran ilmu dan penganut hitam ini dibawa sejak jaman Hindu Kaharingan, yaitu sejak keberadaan Kerajaan Mulawarman. Dahulu ketika terjadi peperangan dengan pihak Kerajaan Kutai, Orang-orang Mulawarman melakukan perlawanan selain secara fisik juga adu ilmu kesaktian melalui berbagai hal mistik. Banyak orang Kutai yang hampir kewalahan menghadapi ilmu-ilmu hitam orang-orang Mulawarman. Namun karena di Kutai banyak pula yang memahami akan ilmu hitam tersebut, maka terjadilah adu kekuatan yang seru. Namun karena jelas Mulawarman telah kalah dalam berperang maka sedikit demi sedikit para penganut aliran hitam ini mulai berkurang dan melarikan diri keberbagai daerah di pedalaman.
Orang-orang Mulawarman tersebut lari keberbagai daerah di pedalaman seperti daerah Sabintulung, Wahau, Kombeng, Belaiyan, Genting Tanah, dan Tuana Tuha. Daerah yang disebut terakhir inilah yang merupakan daerah tempat para penganut aliran hitam yang disebut hantu Kuyang bertahan. Di daerah ini orang tidak bisa sembarang bicara apalagi berkata pongah.
Kalau juga berani, artinya dia tentu punya simpanan atau isi yang juga tangguh. Karenanya bila kita singgah di daerah tersebut ada saja orang atau penduduk yang bertanya. "Banyakkah sangu yang kita bawa..?" Pertanyaan tersebut bukan bermaksud mempertanyakan bekal yang kita bawa, tetapi lebih dimaksud bekal ilmu atau pertahanan mistik. Siapapun yang mengaku atau menjawab "Ya, bekal yang saya bawa cukup," maka ujungnya tunggulah pada senja hingga malam harinya. Tanpa ampun berdatangan kiriman angin jahat yang mampu membunuh dia. Dapat dibayangkan, kalau kita pergi menamu di rumah penduduk, salah mata atau bicara, tampa sadar "anunya" (alat kelamin) kita bisa berada atau bertengger di dinding rumah. Oleh mereka hal tersebut hanyalah disebut main-mainan.
Namun demikian cerita ini adalah cerita tempo doeloe, yang jika sekarang ini sudah jauh berbeda karena dilanda kemajuan zaman yang kian berganti. Tetapi walau demikian, menurut cerita, soal penganut aliran tersebut masih bisa ditemukan di daerah yang disebut Tuana Tuha yaitu daerah yang tak begitu jauh dari Muara Kaman. Sekarang, menurut kabar yang masih dominan adalah penganut aliran Hantu Orang atau " Kuyang."
Masalahnya yang disebut Kuyang ini bisa beranak pinak dan turun menurun. Mereka adalah manusia biasa yang dalam kesehariannya tidak beda dengan masyarakat umum bergaul dan berbaur. Bedanya kalau hari telah malam. Mereka penganut aliran ini mulai melakukan aktifitasnya selaku hantu kuyang, yang oleh masyarakat tertentu juga disebut sebagai penanggalanan. Kalau yang disebut "Hantu Orang," mereka bisa menghilang atau terlihat sesuka hati mereka. Untuk tak terlihat jelas, mereka jika berjalan selalu berbalik rambut menutupi wajah. Kerjanya mencari orang yang hendak melahirkan. Jika bertemu, maka orang tersebut akan dihisap darahnya sampai mati. Dan apabila ada orang yang mati beranak, secara umum masyarakat pasti menjaga kuburan orang yang meninggal. Karena apabila tak dijaga, maka kuburan itu bisa terbongkar dan mayatnya hilang atau raib entah dibawa kemana.
Lain lagi halnya dengan yang disebut " Hantu Kuyang". Kuyang ini tidak berjalan dengan badan yang utuh. Mereka selalu menyembunyikan badan mereka di balik pintu, atau di belakang lemari, atau di samping ranjang yang terlindung kelambu, atau dimana saja yang bisa dijadikan tempat berlindung. Setelah badannya bisa disembunyikan, kepala-kepala mereka lalu tercabut meninggalkan badan mereka dengan isi perut terburai dan ikut terbang keluar rumah. Mereka berterbangan dari rumah ke rumah mencari orang baru meninggal atau hendak melahirkan. Kerja dan sifatnya sama dengan hantu orang.
Menurut cerita, darah orang yang akan melahirkan itu rasanya amat manis bagaikan madu. Lalu jika dalam beberapa hari mereka tidak mendapatkan mangsa mereka akan menjadi ganas dan kesakitan serta kehausan tak terkira. Tetapi jika sudah mendapatkan darah atau kuburan baru barulah tubuh mereka menjadi segar dan tak lagi merasa dahaga.


Sumber          : http://www.wattpad.com