Luas Yogyakarta sekitar 3.186 km persegi dan provinsi ini terkenal sebagai kota kebudayaan dan pendidikan, selain sebagai daerah tujuan wisata. Wilayah DIY ini berada di bagian Tengah Pulau Jawa, termasuk zone tengah bagian Selatan dari formasi geologi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Secara administratif, keseluruhan wiiayah tersebut berbatasan dengan Kabupaten Magelang (di sebelah Barat laut), Kabupaten Klaten (di sebelah Timur), Kabupaten Wonogiri (di sebelah Tenggara), Samudra Indonesia (di sebelah selatan), dan Kabupaten Purworejo (di sebelah Barat).
Yogyakarta adalah pusat kebudayaan Jawa yang juga terkenal sebagai kota pendidikan yang memiliki beberapa perguruan tinggi yang terkenal di Indonesia. Mahasiswa dan pelajar dari berbagai pelosok tanah air tinggal di Yogyakarta untuk menuntut ilmu.
YOGYAKARTA
Yogyakarra, atau lebih sering disingkat 'Yogya' saja, juga dikenal karena perannya yang besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Jalan Malioboro diambil dari nama Duke of Marlborough-, merupakan jalan utama yang membelah kota Yogya, terletak memanjang dari Utara ke Selatan mulai dari stasiun kereta api hingga ke kraton yang terletak di ujung jalan.
Jalan Malioboro ini menyambung ke Jl. A Yani yang juga dianggap sebagai jalan Malioboro. Toko-toko cinderamata dan pedagang kaki lima memenuhi sisi jalan itu.
Kawasan kraton adalah kompleks bangunan yang dikelilingi tembok yang dulunya merupakan pusat dari kota Yogya tua. Istana sultan Yogya terletak di tengah kompleks ini. Kawasan kraton ini menjadi semacam kota kecil di dalam Yogya seperti kota di dalam kota.
Disini anda akan menemukan Taman Sari, Pasar Ngasem, dan sejumlah galeri batik. Kawasan penginapan murah lainnya terdapat di sekitar Jl. Prawirotaman di Selatan kraton.

Tanah Toraja – andalan Wisata Sulawesi Selatan
Tanah Toraja, merupakan obyek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar 350 km sebelah Utara Makassar ini sangat terkenal dengan bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah adat ini bernama TONGKONAN. Atapnya terbuat dari bambu yang dibelah dan disusun bertumpuk, namun saat ini banyak juga yang menggunakan seng. Tongkonan ini juga memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat seperti strata emas, perunggu, besi dan kuningan.

Saking begitu melekatnya image Tanah Toraja dengan bangunan rumah adatnya ini, sebagai bentuk promosi pariwisata dan untuk menggaet turis Jepang ke daerah ini, maka rumah adat pun dibangun di negeri “matahari terbit” itu. Bangunannya dikerjakan oleh orang Toraja sendiri dan diboyong pengusaha pariwisata ke negari sakura. Sekarang di Jepang, sudah ada dua Tongkonan yang sangat mirip dengan Tongkonan yang asli. Kehadiran Tongkonan selalu membuat kagum masyarakat negeri tersebut karena bentuknya yang unik. Perbedaannya dengan yang ada di Tanah Toraja hanya terletak di atapnya yang menggunakan bambu.
Masih banyak lagi daya tarik dari Tanah Toraja selain upacara adat rambu solo (pemakaman) yang sudah kesohor selama ini. Sebutlah kuburan bayi di atas pohon tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 kilometer dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah bayi berusia 0 - 7 tahun.

Meski mengubur bayi di atas pohon tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak puluhan tahun terakhir, tetapi pohon tempat “mengubur” mayat bayi itu masih tetap tegak dan banyak dikunjungi wisatawan. Di atas pohon tarra yang buahnya mirip buah sukun yang biasa dijadikan sayur oleh penduduk setempat itu dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.
Sebelum jenazah dimasukkan ke batang pohon, terlebih dahulu pohon itu dilubangi kemudian mayat bayi diletakkan ke dalam kemudian ditutupi dengan serat pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon tersebut. Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan untuk masyarakat Tanah Toraja tetap menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini juga disesuaikan dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi pula tempat bayi yang dikuburkan di batang pohon Tarra tersebut. Bahkan, bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Kalau rumahnya ada di bagian barat pohon, maka jenazah anak akan diletakkan di sebelah barat.

Kuburan Batu, salah satu bentuk kuburan Orang Toraja
Untuk menuju Tanah Toraja yang mengagumkan ini terdapat jalur penerbangan domestik Makassar - Tanah Toraja yang saat ini hanya sekali seminggu dan memakai pesawat kecil berpenumpang delapan orang, yang memakan waktu 45 menit dari Bandara Hasanuddin Makassar. Jika lewat darat, perjalanan yang cukup melelahkan ini membutuhkan waktu selama tujuh hingga sepuluh jam.
Event menarik di kawasan wisata ini yaitu adanya upacara pemakaman jenazah (rambu solo) dan rambu tuka (pesta syukuran) yang merupakan kalender tetap tiap tahun. Selain event tersebut, para pengunjung bisa melihat dari dekat obyek wisata budaya menarik lainnya seperti penyimpanan jenazah di penampungan mayat berbentuk “kontainer” ukuran raksasa dengan lebar 3 meter dan tinggi 10 meter serta tongkonan yang sudah berusia 600 tahun di Londa, Rantepao.


Pesta Rambu Solo’ atau pesta/ritual acara penguburan
Ini adalah sebagian kecil dari sekian banyak pesona wisata yang ditawarkan oleh tana toraja sebagai daerah tujuan wisata andalan sulawesi selatan. Bagaimana? Tertarik melihat keunikan wisata budaya ini?
http://tongkonanku.blogspot.com/2009/03/tanah-toraja-andalan-wisata-sulawesi.html
